Terinspirasi dari 'curhat' seorang sahabat.
Kisah tentang jatuh cinta kembali pada orang yang sama.
____________________
Bacalah seolah kau merasakannya. Atau seolah kau tilas balik masa itu, masa ketika kau merasakan. Merasakan rasa ini. Rasa yang tak terlupakan.
Tuhan memang adil, selalu kirimkan berbagai rasa.
Rasa gembira, sedih, kecewa, bahagia, dan rasa yang paling indah dan..
Mungkin menakutkan bagi sebagian orang.
Rasa cinta.
Aku tahu rasanya mencintai.
Aku tahu, sampai lelah rasanya.
Lelah menjadi pencuriga, lelah menjadi perasa, bahkan ku lelah menjadi pesakitan.
Karena ulahku, atau bahkan ulahmu yang bikin ku muak.
Tapi aku mencintaimu.
Masih.
Tapi bukan seperti dulu.
Sepertinya begitu.
Kita ingin berjalan bersama, tapi kini sudah tak seirama.
Kau ayunkan kakimu lima langkah, kadang aku empat. Kamu empat, aku mungkin delapan. Atau kamu dua langkah dan aku bahkan satu setengah langkah.
Masih terlihat berjalan bersama, tapi tak terdengar seirama.
Terdengar sumbang walaupun hanya setengah nada.
Terasa dekat, tapi terasa mulai berjauhan.
Terasa nyaman, tapi sebenarnya mulai terasa tak nyaman.
Aku tak ingin memaksakan rasa ini. Aku tak suka, aku benci.
Aku tak tahan lagi merasakan sesak ini. Seolah aku terkena asma tiba-tiba.
Padahal ini karna tangis semalam suntuk, layaknya pertunjukan wayang di kampung sebelah.
Tapi ini berbeda.
Wayang menyajikan kisah, dan aku?
Memutar kembali kisah kita yang sungguh berbahagia saat itu.
Dimana kamu selalu ada untukku dan aku pun begitu padamu.
Rasa ini sesak, sesal, sengal.
Semuanya terasa mengecewakan.
Tapi inilah jatuh hati atau sebut saja jatuh cinta.
"Harus siap jatuh ketika kau cinta."
Itu kata si bijak yang bahkan juga akan menangis ketika jatuh.
Jatuh sejatuhnya karena cintanya.
Maka ku relakan saja senyum mu itu.
Hangat tanganmu.
Ucapan selamat pagimu.
Bahkan kembang gula itu.
Bukan untuk yang lain, tapi untuk kita.
Kita yang akan berbahagia dengan jalan yang berbeda.
Aku harap kamu bahagia.
Bukan.
Kita akan bahagia.
Dengan caraku, caramu.
Sendiri-sendiri.
Ingat, sendiri-sendiri.
Sampai akhirnya ku bertemu dengan seseorang.
Yang menyayangiku, mencintaiku dengan caranya.
Bukan dengan caramu.
Ketahuilah, aku masih ingat caramu mencintaiku.
Tapi sudahlah, itu dulu.
Dan berkat seseorang ini, aku kembali tersenyum.
Ku jalani hari demi hari. Aku bahagia.
Sampai-sampai aku berhasil melupakanmu.
Ku dapatkan kembali selamat pagiku.
Kembang gula yang lebih banyak, serta senyum yang selalu merekah.
Bahkan kudapatkan juga genggaman hangat darinya.
Namun aku kembali terdiam.
Sekali lagi, seseorang ini bukan sepertimu.
Ya, masih ingat hangatnya genggamanmu.
Tapi sudahlah, itu dulu.
Berkat seseorang ini, aku kembali merasa bahagia.
Bahagia.
Sampai tiba suatu masa dimana aku sudah tidak mengharapkan apa-apa darimu.
Bahkan kembang gula itu.
Aku hampir lupa.
Yang kuharapkan hanya seseorang ini.
Tapi kamu tau?
Dia tidak ada saat itu.
Aku kecewa, tapi aku mencoba mengerti kesibukannya.
Jahatnya kamu adalah..
Kamu balik arah, kamu berlari sekencang-kencangnya.
Kamu mengejarku yang sudah jauh dari simpangan terakhir kita berpisah.
Kamu lupa?
Kita telah berjanji untuk berbahagia. Bukan bersama.
Ingat, sendiri-sendiri.
Untuk apa kau bawakan kembang gula ini?
Untuk apa kau putar kembali seluruh memori ini?
Dadaku kembali berdegup kencang.
Mataku kembali perih.
Sesak ini kembali hadir.
Dengan sesak yang lebih menjadi-jadi.
Aku pikir aku dan seseorang ini akan baik-baik saja.
Tapi kenapa kamu datang di saat yang pas?
Bahkan di saat aku tak mengharapkanmu lagi?
Kenapa?
Aku telah berbahagia dengannya.
Kemudian kau datang secara tiba-tiba.
Terima kasih telah memutar arah.
Terima kasih atas kembang gulanya.
Terima kasih atas seluruh memorinya.
Akhirnya aku sadar, tangis ini menyadarkanku.
Ternyata, rasa ini masih sama.
Masih seperti yang dulu.
Kisah tentang jatuh cinta kembali pada orang yang sama.
____________________
Bacalah seolah kau merasakannya. Atau seolah kau tilas balik masa itu, masa ketika kau merasakan. Merasakan rasa ini. Rasa yang tak terlupakan.
Tuhan memang adil, selalu kirimkan berbagai rasa.
Rasa gembira, sedih, kecewa, bahagia, dan rasa yang paling indah dan..
Mungkin menakutkan bagi sebagian orang.
Rasa cinta.
Aku tahu rasanya mencintai.
Aku tahu, sampai lelah rasanya.
Lelah menjadi pencuriga, lelah menjadi perasa, bahkan ku lelah menjadi pesakitan.
Karena ulahku, atau bahkan ulahmu yang bikin ku muak.
Tapi aku mencintaimu.
Masih.
Tapi bukan seperti dulu.
Sepertinya begitu.
Kita ingin berjalan bersama, tapi kini sudah tak seirama.
Kau ayunkan kakimu lima langkah, kadang aku empat. Kamu empat, aku mungkin delapan. Atau kamu dua langkah dan aku bahkan satu setengah langkah.
Masih terlihat berjalan bersama, tapi tak terdengar seirama.
Terdengar sumbang walaupun hanya setengah nada.
Terasa dekat, tapi terasa mulai berjauhan.
Terasa nyaman, tapi sebenarnya mulai terasa tak nyaman.
Aku tak ingin memaksakan rasa ini. Aku tak suka, aku benci.
Aku tak tahan lagi merasakan sesak ini. Seolah aku terkena asma tiba-tiba.
Padahal ini karna tangis semalam suntuk, layaknya pertunjukan wayang di kampung sebelah.
Tapi ini berbeda.
Wayang menyajikan kisah, dan aku?
Memutar kembali kisah kita yang sungguh berbahagia saat itu.
Dimana kamu selalu ada untukku dan aku pun begitu padamu.
Rasa ini sesak, sesal, sengal.
Semuanya terasa mengecewakan.
Tapi inilah jatuh hati atau sebut saja jatuh cinta.
"Harus siap jatuh ketika kau cinta."
Itu kata si bijak yang bahkan juga akan menangis ketika jatuh.
Jatuh sejatuhnya karena cintanya.
Maka ku relakan saja senyum mu itu.
Hangat tanganmu.
Ucapan selamat pagimu.
Bahkan kembang gula itu.
Bukan untuk yang lain, tapi untuk kita.
Kita yang akan berbahagia dengan jalan yang berbeda.
Aku harap kamu bahagia.
Bukan.
Kita akan bahagia.
Dengan caraku, caramu.
Sendiri-sendiri.
Ingat, sendiri-sendiri.
Sampai akhirnya ku bertemu dengan seseorang.
Yang menyayangiku, mencintaiku dengan caranya.
Bukan dengan caramu.
Ketahuilah, aku masih ingat caramu mencintaiku.
Tapi sudahlah, itu dulu.
Dan berkat seseorang ini, aku kembali tersenyum.
Ku jalani hari demi hari. Aku bahagia.
Sampai-sampai aku berhasil melupakanmu.
Ku dapatkan kembali selamat pagiku.
Kembang gula yang lebih banyak, serta senyum yang selalu merekah.
Bahkan kudapatkan juga genggaman hangat darinya.
Namun aku kembali terdiam.
Sekali lagi, seseorang ini bukan sepertimu.
Ya, masih ingat hangatnya genggamanmu.
Tapi sudahlah, itu dulu.
Berkat seseorang ini, aku kembali merasa bahagia.
Bahagia.
Sampai tiba suatu masa dimana aku sudah tidak mengharapkan apa-apa darimu.
Bahkan kembang gula itu.
Aku hampir lupa.
Yang kuharapkan hanya seseorang ini.
Tapi kamu tau?
Dia tidak ada saat itu.
Aku kecewa, tapi aku mencoba mengerti kesibukannya.
Jahatnya kamu adalah..
Kamu balik arah, kamu berlari sekencang-kencangnya.
Kamu mengejarku yang sudah jauh dari simpangan terakhir kita berpisah.
Kamu lupa?
Kita telah berjanji untuk berbahagia. Bukan bersama.
Ingat, sendiri-sendiri.
Untuk apa kau bawakan kembang gula ini?
Untuk apa kau putar kembali seluruh memori ini?
Dadaku kembali berdegup kencang.
Mataku kembali perih.
Sesak ini kembali hadir.
Dengan sesak yang lebih menjadi-jadi.
Aku pikir aku dan seseorang ini akan baik-baik saja.
Tapi kenapa kamu datang di saat yang pas?
Bahkan di saat aku tak mengharapkanmu lagi?
Kenapa?
Aku telah berbahagia dengannya.
Kemudian kau datang secara tiba-tiba.
Terima kasih telah memutar arah.
Terima kasih atas kembang gulanya.
Terima kasih atas seluruh memorinya.
Akhirnya aku sadar, tangis ini menyadarkanku.
Ternyata, rasa ini masih sama.
Masih seperti yang dulu.